Fiqih

Rukun Puasa Menurut Madzhab Syafii

Sebentar lagi bulan ramadhan tiba, maka hendaknya setiap muslim mengetahui syarat sah puasa sehingga puasa yang akan dijalaninya bisa dipastikan sah dan...

Written by Ilham Wahyudin · 1 min read >

Bismillah, was-sholaatu was-salaamu ‘alaa rasuulillah wa ‘alaa aalihii wa man waalahu, amma ba’du.

Sebentar lagi bulan ramadhan tiba, maka hendaknya setiap muslim mengetahui rukun puasa sehingga puasa yang akan dijalaninya bisa dipastikan telah memenuhi rukun-rukun yang wajib dilaksanakan

Di dalam Matan Al Ghayah wa Taqrib dijelasakan:

وفرائض الصوم أربع خصال: النية والإمساك عن الأكل والشرب والجماع وتعمد القيء

Artinya: Fardhu (baca: rukun) puasa ada empat: 1) Berniat, dan 2) Menahan diri dari makan, dan minum, 3) Jima’, dan 4) Muntah secara sengaja.[1]

Kemudian dijelaskan di dalam kitab Fathul Qaribil Mujib lebih rinci sebagai berikut:

أحدها: النية بالقلب, فإن كان الصوم فرضا كرمضان, أو نذرا, فلا بد من إيقاع النية ليلا, ويجب التعيين في صوم الفرض كرمضان. وأكمل نية صومه أن يقول الشخص: نويت صوم غد عن أداء فرض رمضان هذه السنة لله تعالى

Artinya: Pertama: Niat dalam hati, maka bila seseorang berpuasa wajib seperti puasa ramadhan, atau puasa nadzar maka ia harus berniat pada malam hari, di wajib melakukan ta’yin pada puasa fardhu seperti ramadhan. Dan niat yang sempurna adalah dengan seseorang berkata:

نويت صوم غد عن أداء فرض رمضان هذه السنة لله تعالى

Artinya: Aku berniat berpuasa esok hari untuk menjalankan puasa wajib ramadhan di tahun ini karena Allah ta’ala.[2]

Akan tetapi perlu diingat bahwasanya niat itu bukanlah sesuatu yang diucapkan, akan tetapi apa yang terdapat dalam hati. Dijelaskan dalam kitab Fathul Mu’ien ketika penulis menjelaskan perkara niat:

وفرضه (أي: الصوم) نية بالقلب, ولا يشترط التلفظ بها بل يندب (فقها ولا سنة)

Artinya: Rukun puasa ialah berniat di dalam hati, dan tidak disyaratkan talaffudz dengan niat tersebut, akan tetapi hal ini mandub (secara fiqih, bukan secara sunnah).[3]

Kemudian rukun kedua adalah menahan diri dari makan dan minum. Di dalam Kitab Fathul Qarib disebutkan:

الثاني: الإمساك عن الأكل والشرب وإن قل المأكول والمشروب عند التعمد, فإن أكل ناسيا أو جاهلا لم يفطر إن كان قريب عهد بالإسلام, أو نشأ بعيدا عن العلماء وإلا أفطر

Artinya: Kedua: Menahan diri dari makan dan minum secara sengaja walaupun yang dimakan dan yang diminum sedikit, akan tetapi bilamana ia lupa atau tidak tahu bahwa hal tersebut membatalkan maka tidak batal bilamana hal tersebut terjadi di zaman awal islam, atau bilamana seseorang tinggal jauh dari ulama (sehingga jahil terhadap pembatal tersebut), adapun bila tidak demikian, maka batal.

Kemudian dilanjutkan dalam Kitab Fathul Qarib:

والثالث: الجماع عامدا, وأماالجماع ناسيا فكان لأكل ناسيا. والرابع: تعمد القيء فلو غلبه القيء لم يبطل صومه

Artinya: Dan (rukun) ketiga: (menahan diri dari) Jima’ secara sengaja, dan adapun bila lupa maka hukumnya sebagaimana makan ketika lupa. Dan (rukun) keempat: (menahan diri dari) muntah secara sengaja, adapun bila ia tidak sengaja muntah, maka puasanya tidak batal.

Bagikan

Referensi

Referensi
1 Matan Al Ghayah wa Taqrib, Hlm. 23, Cet. Darul Masyari’: 1996
2 Kitab Fathul Qaribil Mujib fi Syarhi Alfadzi Taqriib, Hlm. 222, Cet. Muassasah Ar Risalah: 2020
3 Fathul Mu’ien Bisyarhi Qurrotil ‘Ain Bimuhimmaatiddiien, Hal. 261, Cet. Dar Ibnu Hazm: 2018
Written by Ilham Wahyudin
Mahasiswa Sekolah Tinggi Dirasat Islamiyyah Imam Syafi'i Jember, hobi belajar, membaca, menulis, blogging, dan koding. Salah satu ayat yang menginspirasi saya ialah من عمل صالحا من ذكر أو أنثى فلنحيينه حياة طيبة. Hal ini dikarenakan ia merupakan pokok kebahagian makhluk-Nya. Profile

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *