Nasehat

Nasehat Ustadz Yassir Tentang Kedewasaan Mahasiswa

Written by Ilham Wahyudin · 2 min read >

Bismillah, was-sholaatu was-salaamu ‘alaa rasuulillah wa ‘alaa aalihii wa man waalahu, amma ba’du

Pada tulisan kali ini, penulis akan mencoba mengejawantahkan sebuah nasehat yang disampaikan oleh Al Ustadz Muhammad Yassir, Lc., MA. hafidzhahullahu ta’ala tentang kedewasaan. Beliau sampaikan nasihat ini selepas mahasiswa STDIIS melaksanakan shalat dzhuhur. Semoga tulisan ini mewakili apa yang telah beliau sampaikan di kesempatan tersebut.


Sebagai seorang muslim, apalagi menjadi seorang mahasiswa muslim, thalibul ilmi, maka hendaknya kita belajar untuk memahami sebuah masalah dari berbagai sisi. Hal ini agar kita tidak terpaku pada sebuah sisi yang kita lihat, padahal sisi lain yang berseberangan dengan kita memiliki nilai kebenaran yang sama.

Kita diingatkan kepada kisah Nabi Musa عليه السلام, bahwasanya beliau diperintahkan oleh Allah ﷻ untuk berdakwah kepada fir’aun dengan lemah lembut. Allah ﷻ berfirman:

فَقُولَا لَهُۥ قَوْلًا لَّيِّنًا لَّعَلَّهُۥ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَىٰ

Artinya: Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya (fir’aun) dengan perkataan yang lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut (QS. Thaha: 44)

Namun disisi lain, dalam sebuah keadaan, Nabi Musa عليه السلام mengatakan sebuah perkataan yang keras lagi kasar kepada fir’aun. Allah ﷻ berfirman:

قَالَ لَقَدْ عَلِمْتَ مَا أَنزَلَ هَٰؤُلَاءِ إِلَّا رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ بَصَائِرَ وَإِنِّي لَأَظُنُّكَ يَا فِرْعَوْنُ مَثْبُورًا

Artinya: Musa menjawab: “Sesungguhnya kamu telah mengetahui, bahwa tiada yang menurunkan mukjizat-mukjizat itu kecuali Tuhan Yang memelihara langit dan bumi sebagai bukti-bukti yang nyata; dan sesungguhnya aku mengira kamu, hai Fir’aun, seorang yang akan binasa”. (QS. Al Isra’: 102)

Kita perhatikan disini perkataan Nabi Musa عليه السلام sangat keras kepada fir’aun, beliau mengatakan: “Dan seseungguhnya aku mengira kamu, hai Fir’aun, seorang yang akan binasa.” Hal ini menandakan bahwasanya dalam berdakwah, pada asalnya seseorang itu menyampaikan dengan lemah lembut . Akan tetapi dalam kondisi dan keadaan tertentu, seorang dai dituntut untuk bersikap keras lagi kasar sebagai peringatan dan ancaman akan buruknya sebuah perbuatan.

Metode dakwah semacam ini sesungguhnya telah diisyaratkan dalam banyak hadits-hadits Nabi ﷺ ketika bermuamalah dan berdakwah kepada para sahabat. Suatu ketika Nabi ﷺ mendapati seorang arab badui kencing di sebuah sisi masjid nabawi, akan tetapi beliau membiarkannya hingga selesai dan menasehati arab badui tersebut dengan lemah lembut. Nabi ﷺ bersabda:

أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ قَامَ أَعْرَابِيٌّ فَبَالَ فِي الْمَسْجِدِ فَتَنَاوَلَهُ النَّاسُ فَقَالَ لَهُمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعُوهُ وَهَرِيقُوا عَلَى بَوْلِهِ سَجْلًا مِنْ مَاءٍ أَوْ ذَنُوبًا مِنْ مَاءٍ فَإِنَّمَا بُعِثْتُمْ مُيَسِّرِينَ وَلَمْ تُبْعَثُوا مُعَسِّرِينَ

Artinya: Sesungguhnya Abu Hurairah berkata, “Seorang ‘Arab badui berdiri dan kencing di masjid, lalu orang-orang ingin mengusirnya. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda kepada mereka: “Biarkanlah dia dan siramlah bekas kencingnya dengan setimba air, atau dengan seember air, sesungguhnya kalian diutus untuk memberi kemudahan dan tidak diutus untuk membuat kesulitan” (HR. Bukhari dan Muslim).

Disisi lain, Rasulullah ﷺ pernah bersikap keras dalam menasehati seorang sahabat mulia Mu’adz bin Jabal رضي الله عنه. Dalam sebuah kisah, sahabat Mu’adz bin Jabal رضي الله عنه menjadi imam bagi beberapa sahabat lain. Namun dalam shalat itu beliau رضي الله عنه memanjangkan bacaan shalatnya sehingga lama berdirinya sehingga membuat makmum tidak nyaman dengan hal tersebut. Mengetahui hal ini, Rasulullah ﷺ menegur sahabat Mu’adz رضي الله عن dalam sebuah ucapan yang keras:

فقال: يا مُعاذُ، أفتَّانٌ أنت؟! أفتَّانٌ أنت؟

Artinya: Beliau ﷺ berkata: Apakah engkau ingin memecah belah umat wahai Mu’adz? Apakah engkau ingin memecah belah umat wahai Mu’adz? (HR. Bukhari: 701)

Disini kita dapati bahwa bersikap lemah lembut maupun bersikap keras merupakan metode dakwah yang digunakan oleh Rasulullah ﷺ. Keduanya benar bilamana digunakan dengan semestinya.

Dari kisah Rasulullah ﷺ, lemah lembut ditujukan untuk mereka yang masih lemah penerimaan terhadap Islam, atau masih jahil dan kurang ilmunya. Adapun sikap keras ditujukan untuk mereka yang telah berada pada tingkatan yang lebih tinggi dalam ilmu, iman dan loyalitas terhadap Islam.

Dalam syariat Islam juga kita dapati, bahwa para orang tua diperintahkan untuk memerintahkan anak-anaknya untuk menegakkan shalat pada usia 7 tahun. Kemudian pada usia 10 tahun, para orang tua diperintahkan untuk memukul mereka bila tidak melaksanakan shalat. Hal ini menunjukkan sikap dakwah itu juga ditentukan dengan keadaan objek dakwah (dalam hal ini anak-anak). Berbeda usia, berbeda pula penyikapannya.

Terlepas dari itu semua, para mahasiswa harus memiliki rasa malu bila ia memiliki perasaan berharap ustadz pengajarnya memberikan soal ujian berupa shahih-khatha’. Kenapa? Karena ini sebenarnya penghinaan bagi mahasiswa. Mahasiswa yang sudah masuk tingkatan belajar ‘menganalisa’ malah ingin diberi ujian seperti ujian kelas 2 SD. Ia lupa bahwa marhalah ia telah tinggi, tapi ingin disikapi oleh dosennya dengan sikap marhalah rendah, atau malah sangat rendah.

Begitu juga harus dipahami, dalam urusan administrasi, jangan salahkan bila para pegawai menolak permohonan karena seorang mahasiswa tidak memenuhi syarat ini itu lalu mengutarakan alasan-alasan yang tidak bisa diterima. Jangan kira para pegawai di kantor bersikap keras itu karena kurangnya adab sehingga memiliki sikap kasar. Malah seharusnya mahasiswa-lah yang harus bercermin diri, sehingga mengetahui bahwasanya ia-lah yang keliru karena tidak memahami kedudukan dan peran yang ia emban saat ini sebagai mahasiswa.

Jangan sampai seorang ingin menjadi ketua BEM yang memegang peran besar di kampus, akan tetapi dia tidak siap untuk disikapi kasar bila melakukan kekeliruan dan salah.

Kita perhatikan sahabat Mu’adz bin Jabal رضي الله عنه bisa sampai disikapi keras oleh Nabi ﷺ, maka sesungguhnya hal itu karena kedudukan beliau رضي الله عنه yang sudah tinggi dalam ilmu, amal dan iman.

Adapun Antum, seseorang yang telah mengemban kedudukan dan peran sebagai mahasiswa, maka sudah seharusnya Antum siap untuk disikapi dengan sikap yang tegas, kasar atau keras.

Baarakallahufiikum,

Ditulis di Jember, 20 Oktober 2022. Pesan singkat ini disampaikan tadi siang selepas shalat dzhuhur di Masjid Ar Rahmah, SDIIS Jember.

Written by Ilham Wahyudin
Mahasiswa Sekolah Tinggi Dirasat Islamiyyah Imam Syafi'i Jember, hobi belajar, membaca, menulis, blogging, dan koding. Salah satu ayat yang menginspirasi saya ialah من عمل صالحا من ذكر أو أنثى فلنحيينه حياة طيبة. Hal ini dikarenakan ia merupakan pokok kebahagian makhluk-Nya. Profile

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *