Fiqih

7 Rincian Hukum Memandang Wanita

Written by Ilham Wahyudin · 59 sec read >

Bismillah, was-sholaatu was-salaamu ‘alaa rasuulillah wa ‘alaa aalihii wa man waalahu, amma ba’du

Dalam kehidupan sehari-hari, baik sengaja ataupun tidak sengaja, seorang muslim khususnya di Indonesia mau tidak mau akan berinteraksi dengan lawan jenis. Maka perlu kiranya kita mengetahui rincian hukum terkait hal ini.

Penulis menukilkan beberapa penjelasan yang terdapat di Matan Al Ghayah wa Taqrib karya Al Qadhi Syihabuddin Ahmad bin Husain bin Ahmad Abu Syuja’ Al Ashfahani ketika menjelaskan 7 rincian hukum seorang lelaki memandang wanita. Berikut nukilannya:

نظر الرجل على المرأة على سبعة أضرب: أحدها: نظره إلى أجنبية لغير حاجة, فغير جائز. والثاني: نظره إلى زوجته وأمته, فيجوز أن ينظر إلى ما عدا الفرج منهما. والثالث: نظره إلى ذوات ماحارمه وأمته. المزوجة, فيجوز فيما عدا ما بين السرة والركبة. والرابع: النظر لأجل النكاح, فيجوز إلى الوجه والكفين. والخامس: النظر للمداواة, فيجوز إلى المواضع التي يحتاج إليها. والسادس: النظر للشهادة أو للمعاملة, فيجوز النظر إلى الوجه خاصة. والسابع: النظر إلى الأمة عند التياعها, فيجوز إلى المواضع التي يحتاج إلى تقليبها[1].

Artinya: Pandangan laki-laki terhadap perempuan memiliki 7 rincian:

  • Pertama: Pandangannya terhadap Ajnabiyyah (bukan mahram) tanpa keperluan, maka hal ini tidak diperbolehkan.
  • Kedua: Pandangannya terhadap istrinya dan budak wanitanya, maka boleh kecuali pada kemaluannya.
  • Ketiga: Pandangannya terhadap mahramnya atau budak wanitanya yang telah menikah, maka boleh melihat kecuali pada apa yang terdapat diantara pusar dan kedua lututnya.
  • Keempat: Pandangan (kepada wanita) dengan maksud untuk menikahinya, maka boleh melihat pada wajah dan kedua telapak tangannya.
  • Kelima: Pandangan (kepada wanita) dengan maksud pengobatan, maka boleh pada bagian-bagian yang dibutuhkan untuk diobati.
  • Keenam: Pandangan (kepada wanita) untuk persaksian, atau melakukan muamalah, maka boleh pada wajah saja.
  • Ketujuh: Pandangan kepada budak wanita dengan maksud membelinya, maka boleh pada bagian-bagian yang dibutuhkan yang dapat menjadikan ia tertarik kepadanya.

Rincian Lain:

  • Di poin kedua disebutkan bahwa tidak boleh memandang kemaluan istri, dan budak wanita, maka sesungguhnya pendapat ini lemah. Wallahu ta’ala a’lam, yang lebih mendekati kebenaran ialah hukumnya hanya sampai kepada makruh, tidak sampai haram sebagaimana pendapat Al Imam Abu Abdillah Muhammad bin Qasim Al Ghazzy Asy Syafii ketika menjelaskan masalah ini.[2]

Referensi

Referensi
1 Matan Al Ghayah wa Taqrib, Hlm. 36-37, Cet. Darul Masyari’: 1996
2 Kitab Fathul Qaribil Mujib fi Syarhi Alfadzi Taqriib, Hlm. 330, Cet. Muassasah Ar Risalah: 2020
Written by Ilham Wahyudin
Mahasiswa Sekolah Tinggi Dirasat Islamiyyah Imam Syafi'i Jember, hobi belajar, membaca, menulis, blogging, dan koding. Salah satu ayat yang menginspirasi saya ialah من عمل صالحا من ذكر أو أنثى فلنحيينه حياة طيبة. Hal ini dikarenakan ia merupakan pokok kebahagian makhluk-Nya. Profile

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *